RSS

Perkembangan Emosi

03 Jan

Perkembangan Emosi Anak Prasekolah

 

Faniardhiny B

2PA01

14509040

 

Universitas Gunadarma

Fakultas Psikologi

2010

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kesehariannya seorang anak ,yang berada dalam renatan usia prasekolah, saat di rumahnya bisa menangis sampai berkali-kali atau bahkan tidak sama sekali. Hal ini disebabkan oleh emosinya yang mudah berubah-ubah. Seorang ibu terkadang bingug mengapa anaknya tiba-tiba bisa menangis dan sulit untuk meredakan tangisan anaknya.

BAB II

PERKEMBANGAN EMOSI

Temperamen

Tempermen didefinisikan sebagai “cara berfikir, berperilaku, atau bereaksi yang menjadi cirri-ciri individu” (Chess dan Thomas, 1985) dan merujuk pada cara-cara seseorang menjalani kehidupan. Dari lahir, anak-anak menunjukkan perbedaan individu yang nyata pada cara mereka berespons terhadap lingkungan dan cara orang lain, terutama orang tua, berespons terhadap mereka dan kebutuhannya. Suatu dasar umum diperkirakan menyebabkan perbedaan temperamen. Embilan ciri temperamen telah diidentifikasi melalui diskusi dengan orang tua. Tmperamen adalah kecenderungan perilaku, bukan untuk membedakan perilaku. Dalam hal ini tidak ada implikasi baik atau buruk. Kebanyakan anak dapat digolongkan ke dalam salah satu dari tiga kaegori umum berikut ini berdasarkan pola atribut temperamen mereka secara keseluruhan.

The easy child. Anak-anak yang santai, bertemperamen mudah, memiliki kebiasaan yang teratur dan dapat diprediksi, dan memiliki pendekatan yang positif terhadap stimulus baru. Mereka terbuka dan dapat beradaptasi terhadap perubahan dan menunjukkan intensitas mood yang ringan sampai sedang yang biasanya bersifat positif. Kira-kira 40% anak termasuk dalam kategori ini.

Te difficult child. Anak-anak bertemperamen sulit biasanya sangat aktif, peka rangsang, dan mempunyai kebiasaan yang tidak teratur. Repons menarik dari negatif merupakan ciri khas dari anak ini, dan mereka membutuhkan lingkungan yang lebih terstruktur. Anak-anak ini lambat beradaptasi dengan rutinitas, orang atau situasi baru. Ekspresi mood biasanyan kuat dan terutama negative. Mereka seing menangis, dan frustasi sering menimbulkan tantrum kekerasan.

The Slow-to-warm-up child. Anak-anak dalam kategori ini biasanya bereaksi secara negative dan dengan intensitas ringan terhadap stimulus baru, dan kecuali jika ditekan, lambat beradaptasi terhadap kontak berulang. Mereka hanya berespons dengan penolakan ringan namun pasif terhadap sesuatu yang baru / asing atau perubahan rutinitas. Anak-anak ini cukup tidak aktif dan moodly tetapi hanya menunjukkan ketidakteraturan sedang dalam hal fungsi.

Perkembangan Emosi

Perkembangan emosi pada masa bayi, pada awalnya tampil sederhana. Bayi yang berbeda akan memberikan respns yang tidak sama pada rangsangan yang dating dan bergantung pada pengalaman sebelumnya. Banyak factor yang mempengaruhi respons emsional pada bayi yang tidak saja bergantung pada kondisi fisik dan mentalnya saat rangsangan itu terjadi, namun juga seberapa hasinya rangsangan tersebut memenuhi kebutuhan dirinya.

Pada masa kanak-kanak awal perkembangan emosi yang menonjol adalah mudahnya anak untuk ngambek maupun hal-hal lain yang bersifat emosi di mana pada akhirnya anak sulit untuk ditangani. Hal ini jelas terlihat saat anak berusia 2½ tahun sampai 3½ tahun, 5½ tahun sampai 6½ tahun. Emosi yang muncul dicirikan temperamen marah yang tidak jelas karena cemburu. Jika diikuti rasa marah ini bisa berasal dari kelelahan anak bermain seharian maupun rasa berontak anak terhadap peraturan yang ada. Karakteristik emosional yang muncul lebih disebabkan karena faktor psikologis daripada faktor fisiologis. Misalnya, karena mereka beranggapan bisa melakukan banyak dari apa yang dibatasi oleh orang tuanya. Namun, mereka pada akhirnya menjadi marah karena keternatasan yang ada dan tidak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan hal ini terjadi karena rasa ingin yahu anak yang besar terhadap sesuatu dimana mereka ingin mencoba mengalami dan mengekspresikannya.

Emosi

Karena emosimemainkan peran yang sedemikian penting dalam kehidupan, maka penting diketahui bagaimana perkembangan dan pengaruh emosi terhadap penyesuaian pribadi dan sosial. Sukar mempelajari emosi anak-anak karena informasi tentang aspek emosi yang subjektif hanya dapat diperole dengan cara intropeksi – sedangkan anak-anak tidak dapat menggunakan cara tersebut dengan baik karena mereka masih berusia sedemikian muda. Bahkan sulit mempelajari reaksi emosi melalui pengamatan terhadap ekspresi wajah dan tindakan yang berkaitan dengan berbagai emosi, karena anak-anak suka menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial.

Karena kesukaran metodologis ini, kebanyakan perhatian ilmiah tentang emosi anak-anak dipusatkan pada dampak emosi terhadap penyesuaianpribadi dan sosial anak-anak. Penelitian tersebut telah membuktikan bahwa semua emosi, tidak hanya emosi yang menyenangkan, malainkan peran penting dalam kehidupan anak dan bahwa setiap macam emosi mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial yang dilakukan anak. Manfaat ataupun kerugian yang ditimbulakannya bagi penyesuaian pribadi dan sosial anak dapat brsifat fisk atau psikologis atau bahkan keduanya.

Mengingat pentingnya peran emosi dalam kehidupan anak, tidak lah mengherankan kalau sebagian keyakinan tradisional tentang emosi yang telah berkembang selama ini bertahan kukuh tanpa infirmasi yang tepat untuk menunjang ataupun menentangnya. Sebelum bukti ilmiah dapat diperoleh, keyakinan tradisional ini tampaknya tidak hanya berakar kut tetapi juga mempengaruhi cara orang tua dan orang-dewasa-lainnya-yang-mempunyai-peran-penting-pengganti dalam bereaksi terhadap emosi anak.

Dewasa ini, di samping diakui adanya emosinalitas, berbagai bukti menunjukkan bahwa kondisi lingkungan juga berpengaruh terhadap perbedan itu. Perbedaan emosionalitas pada bayi yang baru lahir sebagian dianggap sebagai akibat perbedaan stress yang dialami oleh ibu mereka selama masa kehamilan. Juga didapatkan bukti bahwa anak-aak yang dibesarkan didalam lingkungan yang ribut dan penuh tekanan terus-menerus untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua yang terlalu tinggi dapat berkembang menjadi orang-orang yang tegang, gugup, dan tinggi emosionalitasnya.

Pola Perkembangan Emosi

Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional ialah keterangsanganumum terhadap stimulus yang kuat. Kerangsangan yang berlebih-lebihan ini tercermin dalam aktifitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meskipun demikian, pada saat lahir, bayi tidak memperlihatkan reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai keadaan emsional yang spesifik (9, 64, 79).

Seringkali sebelum lewatnya periode neonate, keterangsangan umum pada bayi yang baru lahir dapat dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang mengesankan tentang kesenangan dan ketitidaksenangan. Reaksi yang tidak menyenangkan didapat dengan mengubah posisi secara tiba-tiba, tiba-tiba membuat suara keras, merintangi gerakan bayi, membiarkan bayi tetap mengenakan popok yang basah, dan menempelkan sesuatu yang dingain pada kulitnya. Rangsangan semacam itu menyebabkan timbulnya tangisan dan aktifitas besar. Sebaliknya reaksi yang menyenangkantampak jelas tatkala bayi menetek. Reaksi itu juga dapat diperoleh denga cara mengayun-ayunkannya, menepuk-nepuknya, memberikan kehangatan, dan memeluknya dangan mesra. Rasa senang pada bayi dapat terlihat dari relaksasi yang menyeluruh pada tubuhnya, dan dari suara yang menyenangkan berupa mendekut dan mendesak.

Semakin meningkatnya usia anak, reaksi emosional mereka menjadi kurang menyebar, kurang sembarangan, dan lebih dapat dibedakan. Sebagai contoh, anak yang lebih muda memperlihatkan ketidaksenangan semata-mata hanya dengan menjerit dan menangis. Kemudian reaksi mereka semakin bertambah yang meliputi perlawanan, melemparkan benda, mengejangkan tubuh, lari menghindar, embunyi, dan mengeluarkan kata-kata. Dengan bertambahnya umur, maka reaksi yang berwujud bahasa semakin meningkat, sedangkan reaksi gerak otot berkurang.

Bukan hanya pola emosi umum yang mengikuti alur yang dapat diramalkan, tetapi pola dari berbagai macam emosi juga dapat diramalka. Sebagai contoh, reaksi ledakan marah (temper tantrums) mancapai puncaknya pada usia antara 2 dan 4 tahun dan kemudian diganti dengan pola ekspresi kemarahan yang lebih matang, seperti cemberut dan sikap Bengal. Pola perkembangan dari berbagai macam emosi yang dapat diramalkan akan dibicarakan pada bagian yang membahas pola emosi yang umum.

Kondisi yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi

Sejumlah studi tentang emosi anak telah menyingkapkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung sekaliguspada factor pematangan (maturation) dan faktor belaja, dan tidak semata-mata bergantung pada salah satunya. Reaksi emosional itu mungkin akan muncul di kemusian hari, dengan adanya pematanga dan sistem endokrin.

Pematangan dan belajar berjalan erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi sehingga pada saatnya akan sulit untuk menentukan dampak relatifnya. Bukti tentang peran yang diamainkan factor pematangan dan factor belajar dalam perkembangan emosi disajikan di bawah ini.

PERAN PEMATANGAN

Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk meahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti, memperhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang lebih lama, dan memutuskan ketegangan emosi pada suatu objek.m kemampuan mengingat dan menduga juga mempengaruhi reaksi emosional. Sehingga anak menjadi reaktir terhadap rangsangan yang tadinyatidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda.

Perkembangan kelenjar endokrin pennting untuk mematangkan perilaku emosional. Bayi secara relative kekurangan prosuksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reasi fisiologis terhadap stress. Kelenjar adrenalin yang mamainkan peran utama pada emosi mengecil secara tajam segera setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar itu mulai membesar lagi dengan pesat sampai anak berusia 5 tahun, pembesarannya melampat pada usia 5 sampai 11 tahun, dan member lebih pesat lagi sampai anak berusia 16 tahun dan pada usia 16 tahun kelenjar tersebut menaai kembali keukuran semula seperti saat bayi lahir. Hanya sedikit adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan, sampai saat kelenjar itu membesar. Pengaruhnya penting terhadap keadaan emosional pada masa kanak-kanak.

METODE BELAJAR YANG MENUNJANG PERKEMBANGAN EMOSI

Belajar Secara Coba dan Ralat

Trial and error learning terutama melibatkan aspek reaksi. Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau tidak memberikan kepuasan. Cara belajar ini lebih umum digunakan pada masa anak-anak awal dibandingkan dengan sesudahnya, tetapi tidak pernah ditinggalkan sama sekali.

Belajar dengan Cara Meniru

Learning by imitation sekaligus mempengaruhi aspek rangsangan dan aspek reaksi. Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati. Sebagai contoh anak yang pengribut mungkin menjadi marah terhadapteguran guru. Jika ia seorang anak yang popular dikalangan teman sebayanya, mereka juka akan marah kepada guru tersebut.

Belajar dengan Cara Mempersamakan Diri

Learning by identification sama dengan belajar dengan menirukan reaksi emosional orang lain dan tergugah oleh rangsangan yang sama denganrangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Tetapi metode ini memiliki  perbedaan dari metode menirukan dari dua segi. Pertama, anak hanya menirukan orang yang dikagumi atau orang yang memiliki ikatan emosional yang kuat dengannya. Dan yang kedua, motivasi untuk menirukan orang yang dikagumi lebih kuat dibandingkan dengan motivasi untuk menirukan sebarang orang.

Belajar Melalui Pengkondisisan

Conditioning berarti belajar dengan cara asosiasi. Dalam metode ini objek dan situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional kemusian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Metode ini berhubungan dengan aspek rangsangan, bukan dengan aspek reaksi.\

Pelatihan

Training atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi. Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan anak-anak dilatih untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi seara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan enosi yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengendalikan lingkungan apabila memungkinkan.

Pola Emosi yang Umum

RASA TAKUT

Rangsangan yang biasanya menimbulakan rasa takut pada bayi ialah suara keras, binatang, kamar yang gelap, tempat yang tinggi, berada seorang diri, rasa sakit, orang tidak dikenal, serta tempat da objek yang tidak dikenal.

RASA MARAH

Rasa marah adalahekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Hal ini disebabkan karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banya, dan pada usia yang dinianak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi keinginan mereka. Sebaliknya, reaksi takut semakin berkurang karena kemudian anak-anak menyadari bahwa umumnya tidak ada perlunya merasa takut.

Frekuensi dan intensitas kemarahan yang dialami setiap anak berbeda-beda. Sebagian anak dapat melawanrangsangan yang menimbulkan kemarahan secara lebih baik dibandingkan dengan anak lainnya. Kemampuan melawan rangsangan seperti itu pada seorang anak juga berbeda-beda dan bergantung pada kebutuhan yang dirintangi, kondisi fisik dan emosi pada saat itu, dan situasi dimana rangsangan itu terjadi. Seorang anak mungkin bereaksi dengan kejengkelan sedikit sedangkan anak yang lain nya mungkin bereaksi dengan ledakan kemarahan atau mengasingkan diri dengan menunjukkan kekecewaan yang mendalam dan perasaan tidak mampu.

Rasa Cemburu

Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih saying yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangankasih saying. Rasa cemburu timbul dari kemarahan yang menimbulkan sikap jengkel dan ditunjukkan kepada orang lain. Pola rasa cemburu seringkali berasal dari rasa takut yang dikombinasikan dengan rasa marah. Orang yang cemburu merasa tidak tentram dalam hubungannya dengan  orang yang dicintai dan takut kehilangan status alam hubungan kasih sayang itu. Situasi yang menimbulkan rasa cemburu selalu merupakan situasi sosial. Ada tiga sumber utama yang menimbulkan rasa cemburu dan kadar penting masing-masing sumber bervariasi menurut tingkat umur.

Pertama, rasa cemburu pada masa kanak-kanak umumnya ditimbulkan di rumah (kondisi yang ada dilingkungan rumah). Karena bayi yang baru lahir membutuhkan perhatian yang ekstra dari ibunya, maka nak yang lebih tua merasa terabaikan. Perasaan ini menimbulkan perasaan sakit hati atau iri kepada adiknya.

Kedua, situasi sosial di sekolah juga memiliki pengaruh terhadap keemburuan yang timbul pada anak. Kecemburuan yang didapat di rumah seringkali dibawa ke lingkungan sekolah, sehingga anak akan memperhatikan setiap anak dan guru yang dilihatnya disekolah sebagai ancaman bagi keamanan mereka.

Ketiga, situasi dimana anak merasa ditelantarkan dalam hal kepemilikan benda-benda seperti yang dimiliki anak lain membuat mereka cemburu kepada anak itu. Rasa cemburu ini berasal dari rasa iri, yaitu keadaan marah dan kesalahan hati yang ditunjukkan kepada orang yang memiliki benda yang ianak inginkan. Dengan demikian rasa iri adalah rasa ketamakan.

Dukacita

Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emotional yang disebabkan oleh hilangnya ssesuatu yang dicintai. Dlam bentuk yang lebih ringan keadaan ini kenal sebagai kesusahan dan kesedihan. Terlepas dari intensitas dan umur, hal ini merupakan sesuatu yang alami. Duka cita adalah salah satu dari emosi yang paling tidak menyenangkan.

Sebagai contoh, anak-anak diajarkan menjadi pribadi yang penyayang yang biasanya dipraktikkan dengan memelihara hewan peliharaan dirumahnya. Anak yang telah blajar dengan baik mengenai kasih sayang akan sangat sedih dan merasakan dukacita ketika hewan pliharaannya mati.

Keingintahuan

Maw dan Maw menerangkan tentang anak yang penuh dengan keingintahuan dengan cra berikut:

[Anak] (a) bereaksi secara positif terhadap unsure-unsur yang baru, aneh, tidak layak, atau misterius, dalam ligkungannya dengan bergerak kea rah benda tesebut, memeriksany, atau memain-mainkannya; (b) memperlihatkan kebutuhan atau keinginan yang lebih banyak mengetahui tentang dirinya sendiri dan/atau lingkungannya; (c) mengamati lingkungannya untuk mencari pengalaman baru, dan/atau (d) bertakun dalam memeriksa dan atau menyelidiki rangsangan dengan maksud untuk lebih banyak mengetahui seluk-beluk unsure-unsur tersebut.

Pengertian Pengendalian Emosi

Pada saat anak memasuki TK, TK dapat menjelma menjadi taman bermain yang amat indah bagi si anak, tetapi bisa juga bermakna suatu penjara bagi si anak. Tergantung bagaimana orang tua mempersiapkannya. Watak anak bisa berbagai macam seperti anak yang pemalas, suka ngambek, mudah marah, gampang menangis dan mudah putus asa, ini memang sifat dasar yang dimiliki anak itu sendiri. Menurut Direktur (Edutranco Training and consultant), (Hepi Andi, 2003 : h. 121), sebenarnya watak dasar tersebut sangat dimaklumi karena anak-anak yang selama ini berada dekat dengan orang tuanya harus berpisah sementara maka kecemasan, khawatir dan takut tentu akan mereka alami.

Sigmund Freud (Emotional Intelligence, 1997 : h. 291) menyatakan bahwa belajar mengendalikan emosi merupakan tanda perkembangan kepribadian yang menentukan apakah seseorang sudah beradab. Freud percaya bahwa kepribadian seorang anak yang sedang tumbuh di bentuk oleh dua faktor kekuatan besar, pertama untuk mencari kesenangan, kedua untuk berusaha menghindari rasa sedih dan rasa tidak nyaman. Makin tinggi kesadaran seorang anak dan makin mampu anak menimbang berbagai pilihan, makin besar kemungkinan sukses yang akan diperolehnya dalam mencapai sarana melalui kompromi.

Dari definisi atau teori di atas dapat di ketahui bahwa belajar mengendalikan emosi mempunyai makna penting bagi perkembangan anak usia TK karena melalui mengendalikan emosi anak akan memperlihatkan sifatnya melalui tingkah laku yang nampak, dengan tingkah laku itu akan terlihat apakah anak sudah beradab (baik) atau belum. Tingkah laku itu ditunjukkan anak untuk mencari kesenangan, kepuasan dan menghindari hal-hal yang di rasa tidak nyaman. Makin dapat mengendalikan emosi anak akan lebih mudah di terima orang-orang disekitarnya.

Ciri khas emosi anak (Elizabeth B. Hurlock, 1978 : h. 214)

  1. Emosi yang kuat

Anak yang bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang serius.

  1. Emosi seringkali tampak

Anak seringkali memperlihatkan emosi mereka meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional sengkali mengakibatkan hukuman, mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi.

  1. Emosi bersifat sementara

Peralihan yang tepat pada anak kecil dari ketawa kemudian menangis, dari marah ke tersenyum, dari cemburu ke sayang. Itu akibat dari 3 faktor, emosi yang terpendam dikeluarkan dengan terus terang, ketidak matangan kurang pemahaman terhadap situasi dan pengalaman yang terbatas dan rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan.

  1. Reaksi mencerminkan individualitas

Semua anak yang baru lahir pola reaksinya sama secara bertahap dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan. Misal tindakan anak yang ketakutan akan berbeda-beda.

  1. Emosi berubah kekutannya

Pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadi lemah berubah menjadi kuat. Ini disebabkan oleh perubahan dorongan, perkembangan intelektual dan perubahan minat dan nilai.

  1. Emosi dapat di ketahui melalui gejala prilaku

Anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosinya secara langsung, tetapi secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, tingkah yang gugup, menggit kuku dan menghisap jempol. Sigmund Freud seorang tokoh psikologi mengatakan bahwa setiap pola sikap menusia di bentuk dan di tentukan pada masa kecil. Anne Roe juga tokoh psikologi mengatakan bahwa pengalaman masa kanak-kanak mempengaruhi pola kebutuhan pada masa dewasa.

Kedua tanggapan tokoh di atas maka orang tua dan guru harus peka terhadap tingkah laku anak, apakah ada anak yang menunjukan gejala tingkah laku yang menyimpang dari yang diharapkan karena gejala itu akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Pengalaman yang salah maka akan membentuk kepribadian yang salah juga.

Mengenal ganguan emosi anak

Beberapa ahli yang menyamakan antara gangguan emosi dengan gangguan perilaku, menurut model medis memandang bahwa gangguan emosi dan mental adalah penyakit yang bersifat fisik. Kondisi medis melihat sebagai bagian dari diagnosa secara menyeluruh dari seorang anak. Menurut Thomas Szasz (Triyanto Pristiwaluyo, 2005) seorang dokter dan psikiater di dalam bukunya “The Myth Of Mental Illness”, Ia mengatakan bahwa apa yang secara khas dipertimbangkan sebagaimana gangguan emosi harus di lihat bukan sebagai penyakit tetapi sebagai perilaku yang mencerminkan permasalahan hidup dan komunikasi.

Menurut teori di atas memang gangguan emosi bukanlah suatu penyakit, tetapi gangguan emosi adalah suatu luapan tekanan yang berasal dari dalam diri anak, untuk menunjukan keinginannya melalui perilaku emosi, luapan itu dapat ditunjukan dengan suara keras, menangis, melempar barang, lari, menggigit dan lain-lain. Anak melakukan itu dengan mencari kepuasan dan suatu ketidak sukaannya atau suatu sikap memberontak.

Tanggung jawab yang utama untuk mendidik dan menangani individu yang mengalami gangguan emosi diletakkan pada sistem persekolahan publik, hingga saat ini tidak ada difinisi yang dapat diterima secara umum tentang anak-anak yang mengalami gangguan emosi. Umumnya para ahli merasa bebas untuk mengungkapkan definisi yang cocok untuk tujuan mereka sendiri, secara umum anak yang mengalami gangguan emosi dapat di kenali dari perilaku mereka. Seperti suka marah, suka menyendiri dan sebagainya. Misal Andin tampak murung dan suka menyendiri karena baru saja putus cinta, dan Rudi marah-marah karena dia tidak bisa mengerjakan PR yang diberikan gurunya, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa anak yang suka marah-marah dan menyendiri tidak semuanya mengalami gangguan emosi.

Hallahan dan kaufman (1982) (Triyanto Pristiwanto, 2005 : h .55) mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempersulit mengidentifikasi gangguan emosi paada anak.

1)      Ketiadaan suatu definisi kesehatan mental yang cukup.

Pada ahli kesehatan mental berpendapat bahwa anak secara mental sehat dia akan bahagia, dapat membangun hubungan sosial positif, mempunyai persepsi yang akurat terhadap kenyataan, dapat mengkoordinasikan pemikiran, dapat mencapai prestasi dengan potensi yang dimiliki, mempunyai pandangan baik pada diri sendiri, dan bertindak seperti yang diinginkannya.  Menurut pendapat para ahli di atas, saya kurang setuju karena tidak hanya dengan mengenali karakteristik mental yang ditunjukan dengan tingah laku sehat dan tidak sehat, tidak cukup untuk menentukan apakah anak itu secara emosional sehat atau secara mental tidak sehat.

2)      Adanya perbedaan antara model konseptual tentang gangguan emosi

Model perawatan dan program pendidikan khusus untuk anak yang mengalami gangguan emosi didasarkan beberapa model yang berbeda.

  1. Biologis  : Pandangan yang berorientasi pada aspek prilaku.
  2. Psikoanalisa : Untuk menemukan dasar penyebab emosi dengan rangsangan.
  3. Psikoedukatif : Perilaku anak yang dikerjakan diperoleh dari kegiatan, penyebabnya dapat ditelusuri lewat kegiatan yang dilakukan.
  4. Humanistik : Gangguan prilaku merupakan gejala yang berhubungan dengan diri dan perasaan anak sendiri.
  5. Ekologis : Gangguan emosi diakibatkan oleh miskinnya sosialisasi di lingkungannya.
  6. Behavioral : Perilaku itu dipelajari, maka gangguan emosi menunjukkan belajar yang tidak sesuai.

3)      Adanya berbagai kesulitan dalam mengukur emosi dan perilaku

Tidak ada norma atau kriteria tertentu yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan bahawa anak yang memperlihatkan suatu perilaku pada frekuensi tertentu mengalami gangguan emosi.

4)      Adanya variasi dalam emosi dan perilaku anak yang normal

Suatu kenyataan bahwa semua orang mempunyai emosi yang tidak stabil, ada kalanya emosi turun dan naik. Anak yang di anggap mengalami gangguan emosi tidak hanya di lihat dari perilaku yang ditampilkan, tetapi tergantung pada usia, jenis kelamin dan keadaan yang menyertainya.

5)      Hubungan antara gangguan emosi dan kondisi yang lain yang menghalangi

Ada beberapa anak yang mengalami gangguan emosi sekaligus mengalami kelainan (Handicaped) yang lain, meskipun melalui cara yang berlainan. Dalah satunya adalah anak yang mengalami gangguan emosi sekaligus retardasi mental, kesulitan belajar dan mengalami gangguan emosi.

6)      Perbedaan fungsi lembaga-lembaga sosial yang menggolongkan dan  melayani anak-anak gangguan emosi

Lembaga sosial yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak (sekolah, polisi, pejabat pengadilan anak, psiolog klinis, dan tenaga ahli mental lainya), cenderung untuk memandang perlaku menurut jasa layanan yang mereka berikan kepada anak dan keluarga. Definisi yang di bangun oleh pejabat pengadilan akan memusatkan pada kegagalan di sekolah, dan definisi para ahli kesehatan mental klinik akan menyoroti problem psikologi. Maka definisi anak mengalami gangguan sering kali tumpang tindih, sebab definisi tidak dapat melepaskan diri dari tuntutan untuk memenuhi tujuan identifikasi anak berdasarkan pertimbangan dan kepentingan masing-masing ahli.

7)      Perbedaan tuntutan sosial dan budaya mengenai perilaku

Perilaku anak yang dapat menyesuaikan diri dengan pola yang diharapkan oleh kelompok sosial atau budaya anak, di dalam kultur yang sama  ada tuntutan yang berbeda dalam kelas sosial yang berbeda. Jelas bahwa tuntutan sosial dan budaya harus diperhitungkan dalam mendefinisikan gangguan emosi, tetapi harus ada standar tuntutan jelas.

Dari identifikasi Hallahan dan Kauffman ke tujuh nomor di atas dapat disimpulkan memang sulit mengidentifikasikan gangguan emosi pada anak, karena kesehan mental yang kurang untuk menjelaskan, perawatan dan program pendidikan yang berbeda-beda menurut dengan tujuan dan kesalahan atau model yang berbeda, adanya berbagai kesulitan dalam mengukur emosi dan perilaku karena tidak adanya norma atau kriteria yang dijadikan dasar, adanya variasi dalam emosidan perilaku sehungga sulit untuk membedakan antara anak yang mengalami gangguan emosi dan anak normal, adanya kondisi lain (kelainan) yang menghalangi, perbedaan fungsi lembaga sosial yang menangani masalah anak, seta perbedaan tuntutan sosial dan budaya mengenai perilaku, semua itu mempersulit untuk mengidentifikasi gangguan emosi anak.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Emosi anak lebih berfariasi dibandingkan dengan emosi pada orang dewasa. Emosi pada anak lebih ditunjukkan dengan tingkah lakunya terhadap hal-hal yang membuat emosinya muncul. Sedangkan pada orang dewasa lebih menunjukkan emosinya dengan ekspresi dan kata-kata. Hal ini menyebabkan eorang ibu atau orang lain disekitar bayi yang bersangkutan bingung dengan emosi yang ditunjukkan oleh bayi tersebut.

  1. Daftar Pustaka

Wong, Donna L, Marilyn H-Eaton, Daid Wilson, Marilyn L. Winkelstein, dan patricia Schwartz. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed. 6, Vol. 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran – EGC.

Akbar, Reni dan Hawad. 2001. Psikologi Perkembangan Anak – Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak . Jakarta : Grasindo.

Elizabeth B. Hurlock. 1978. Child development (edisi keenam). Jakarta : Erlangga.

Papalia, Diane E, Sally W. Olds, dan Ruth D. Feldman. 2009. Human Development (eleventh edition). New York : McGraw-Hill.

Rosa, Diyah. 2006. Strategi mengajarkan anak mengendlikan emosi dalam kegiatan sosialisasi usia TK – Tugas Akhir Diploma Tiga. Semarang : Universitas Negeri Semarang.

 

 

Leave a comment